*
Letih menjalani, adalah resiko seseorang di dalam hidup. Hanya canda,dan tawa yang mampu menghapus itu semua. Dalam hening dan sukacita bersama seseorang yang mewarnai hari-hari diri kita sendiri.
*
Aku melihatmu dalam serpih serpih cahaya.
Mencoba menggapaimu dalam anganku.
Mencari dalam cahaya dan ketenangan.
Mencarimu hanya dirimu.
Kau dan aku adalah kita ..
*
Hening, aku mencoba menatap selembar kertas bertuliskan puisi itu. Puisi Rio, orang yang sangat aku kagumi. Aku terenyuh membaca kata demi kata puisi itu.Aku tersenyum membayangkan siluet tampan Rio. Pintar sekali ia, meluluhkan hatiku hanya dengan bait puisi.
Aku menyeka air mataku tersenyum menatap puisi itu.Sekarang pemakaman ayahku telah selesai. Aku kembali kerumahku yang sederhana, menatapi rumahku dengan nanar. Sepi tanpa ayah, sepi tanpa suara dan perintahnya yang selalu aku anggap mengganggu. Kini ia pergi, terasa hampa rumahku ini.
Hanya puisi Rio yang setidaknya membuat aku tersenyum. Walau hanya senyum tipis yang bisa ku perlihatkan pada dunia. Karena air mataku lebih sering terjatuh disbanding senyumku. Rio telah pulang,baru saja. Ia hanya memberiku sebuah senyum tanda duka dan puisi ini.
Aku merebahkan diri ke kasur. Menatap langit-langit kamarku, ibuku mungkin sudah di kamar dan menangisi kepergian suami tercintanya. Biarlah, mungkin ibu hanya ingin sendiri. Kau cukup adil Tuhan dan aku tak pernah ingin kecewa ataupun marah terhadapmu. Karena ini mungkin yang terbaik untukku.
Aku memejamkan mataku sejenak. Mengingat banyak sekali kenanganku dengan ayah.Aku mulai meneteskan air mata lagi. Ayah, kau pergi terlalu cepat sebelum aku menyelesaikan masa putih abu-abu ku. Aku masih ingin bermanja denganmu, kepergianmu tak bisa ku duga Ayah.
Aku memejakan mata, yang kulihat hanya langit-langit kamarku. Bagiku, hari ini sangat lama, lama sekali hingga aku tak sabar menunggu malam tiba dan berganti hari esok. Karena aku tak ingin, akan ada lebih banyak air mata yang tumpah malam ini.
Ketukan into membuatku harus menghapus jejak air mata di pipiku. Rio membuka pintu kamarku dengan wajah simpatinya. Aku tersenyum tipis padanya, mencoba untuk kuat di hadapan dia. Di hadapan seorang Rio.
“Shill, l=lo-”
“Engga kok Rio, gue gapapa. Tapi gue masih shock aja, Ayah pergi cepet banget yo” Kataku lirih.
Rio hanya terdiam,aku pun terdiam. Desir angin yang masuk melalui jendela kamar kami yang terbuka. Membuat poni Rio itu terjatuh tepat di depan matanya. Ah,Rio memang tampan sekali, lihat dia! Alisnya yang tebal mempesona menampilkan karisma yang begitu kuat di dalam dirinya. Sayang, aku tak pantas memilikinya.
“Kehilangan seseorang di dalam hidup itu emang wajar” Kata Rio pelan seolah tak ingin membuat semakin terpuruk.
“Iya, hidup emang lucu ya? Kadang disaat kita lagi sedang terbang tinggi kita bisa terjatuh dengan keras tiba-tiba”
“Hidup dan takdir emang gak bisa di pungkiri,terkadang mereka datang dan pergi seenaknya”
Rio mengakhiri ucapannya lalu ia menatapku dengan mata beningnya yang mampu mencairkan tembaga. Aku menatapnya lagi seolah aku sedang berada di tempat yang sama teduhnya dengan mata indah nan teduh miliknya. Nyaman,sejuk,dan tak pernah bisa dilupakan.
“Ya,gue ngerti kesedihan lo gak akan pernah luntur meski pun ada air hujan yang menghapusnya”
Rio tersenyum setelah berkata seperti itu. Aku mengerti bahwa aku mencintainya, mencintai semua hal tentangnya. Lalu apakah aku pantas dengannya? Dengan pemuda kaya raya seperti dia?Tidak bukan?Mungkin nanti aku juga akan membantu ibuku berjualan sepulang sekolah.
Aku tersenyum menatap Rio, aku tak pernah bisa menggapainya. Takkan pernah sekalipun, takkan bisa walau ku coba untuk melawan takdir yang membuatku tak bisa menjadi miliknya. Aku bahkan jijik pada sebagian dari diriku, diriku yang begitu rendah bagi pemuda seperti Rio.
“Shilla, lo besok sekolah?” Tanya Rio memecah keheningan.
“Iya yo” jawabku singkat.
Rio beranjak bangun dari duduknya, aku pun mengikuti gerakannya. Seketika ia berbalik tersenyum menatapku dengan mata indahnya. Aku hampir tak bisa bergerak menatap mata itu, mata indah miliknya.. Mata yang menghadirkan sejuta perasaan.
“Gue hari ini ada first date Shill” Kata Rio sumringah.
Aku tertegun sebentar, lalu tersenyum.
“Sama siapa yo?”
“Ify, anak kelas XII IPS” Jawab Rio seraya tersenyum.
Aku hanya memberinya sebuah senyuman, lalu mengantarnya ke halaman depan. Seiring menghilangnya Rio di pelupuk mataku, aku berfikir, mungkin itu memang yang terbaik untuknya dan aku harus merelakan ia dengan ikhlas tanpa air mata.
*
Seperti apakah sosok seorang dirimu?
Aku bingung dan susah untukmenebak seperti apa dunia didalam mata beningmu..
Yang mampu mencairkan tembaga.
Aku ingin ikut merasakan dunia di matamu yang teduh..
Aku ingin ikut tersenyum saat rona indah itu hadir diwajahmu..
Kau tak lebih dari sesosok penganggu..
Membuat seluruh hidupku serasa tak menentu..
Membuat aku tak bisa tertidur karena memikirkanmu..
Aku selalu berharap..
Dan selalu berharap..Bahwa kau mempunyai perasaan yang sama padaku..
Perasaan yang ada disana..
Direlung hati..
*
“Shilla! Tebak apa! Gue jadian sama Ify..Yayy!” Kata Rio.
Aku ternganga, lalu aku tersenyum –palsu- pada Rio yang hari ini lebih gembira daripada biasanya.Aku sesak melihatnya yang hari ini sangat bersemangat. Rio memang cocok dengan Ify dibanding denganku, dengan diriku yang seperti ini.
“Wah yo,PJnya dong bagi” Kataku mencoba untuk ceria dan setenang mungkin.
“Lu mau apa?Buat lu mah boleh aja” Kata Rio sambl menjawil pipiku.
Aku hanya terdiam layaknya orang bisu. Terdiam diantara riuh rendah keramaian kelasku. Aku mendengar gelak tawa Rio. Tapi aku masih membisu, membisu takut terhadap takdir yang menuntutku seperti ini.
Aku masih membisu menahan sesak yang ada di dada. Kemarin aku kehilangan ayah, lalu sekarang Rio. Ambil nyawaku saja Tuhan, jika kau ingin membuat aku terus menderita seperti ini. Aku lelah dan letih terhadap waktumu yang berjalan terus tanpa henti.
Aku semakin muak menjalani hidup dengan waktu yang kau berikan. Aku takut terhadap waktu dan semua yang ada di dunia ini. Pantaskah Tuhan aku menjalani kehidupan diatas bumi yang kau berikan ini? Mengapa harus ada bahaia bila selalu ada tangis di sampingnya.
Aku berharapan untuk kau tah semua hal yang ada di dalam diriku. Mengapa semua ini harus terjadi padaku. Apa dosaku Tuhan? Kau terus lumat hati ini tanpa ampun, tanpa ingin mendengar jerit kepedihanku.
Tuhan, tak pantas aku bersamanya? Jawab aku Tuhan. Jawab semua rintihan hatiku! Aku lelah Tuhan jika aku terus menerus didera oleh takdirmu seperti ini. Kapan aku bahagia? Mengapa selalu ada tangis di hidupku tak pantaskah aku bahagia?
“Shilla, muka lu kok pucet?” Tanya Sivia.
“Mungkin gue Cuma kecapekan kali Vi” Jawabku.
“Gak Shill lu sakit!” kata Sivia keras sambil memegang pergelangan tanganku.
AKu tersenyum lemah pada Sivia, berharap ia tak tahu apa yang sudah meradang di tubuhku. Kepalaku pening, lalu aku terjatuh di dalam sebuah lorong.Gelap,tak berujung.
“SHILLA?!”
*
Aku melihatmu..
Namun sepertinya kau tak menyadarinya..
Aku menatapmu..
Namun sepertinya kau terpana tanpa arti..
Aku tersenyum untukmu..
Namun sepertinya kau tak mengerti..
Aku tertawa..
Namun sepertinya kau termangu..
Aku berjalan dengamu..
Namun aku tertinggal jauh..
Lalu, kapan aku bisa berjalan disampingmu,menatapmu,dan tertawa bersama?
*
2 tahun berlalu..
Aku berdiri di hadapan kaca, menatap salju yang turun perlahan-lahan. Hari ini aku ada Aussie menyelesaikan pengobatan dan pendidikanku. Aku cukup senang, setelah dokter berkata penyakitku akhirnya sembuh dan hilang dari tubuhku.
Musim dingin pun telah tiba, entah mengapa hari ini aku merindukan Rio. Apa kabarkah si rapi jail itu? Masihka ia mengingatku?Masihka ia dengan Ify? Aku menggelengkan kepalaku. Aku rindu 2 tahun tak bertemu dengannya memang bukan waktu yang sebentar.
Aku menyalakan PC mencari kabar terbaru dari Indonesia. Mencoba mengirimi email pada sahabat lama ku –Sivia- yang ada di Jakarta. Rindu yang tak bisa dilukiskan kata-kata.
Mario.H: Ashilla?
Ashilla Z: Ya, Rio?
Mario.H: Apa kabar? :)
Ashilla z: Fine, lo sendiri gimana? Ciee lupa nih sama guee!
Mario.H: gue gamungkin lupa sama lo..
Ashilla Z: Why?
Mario.H: Cepet pulang ya Shill!
Ashilla Z: besok gue pulang kok yo..
Mario.H: Gue tunggu di taman..
Ashilla Z: oke byee..
Mario.H has signed out from messenger (18.00)
*
Aku menanti Rio dibangku taman, menunggunya yang mungkin akan tampil lebih tampan dari biasanya. Aku terdiam, melihat pemandangan kota Jakarta yang masih seperti dulu. Masih sama seperti saat aku meninggalkan kota ini.
“Hai,gadis Aussie!’’ tepukan halus mendarat di bahuku. Aku menoleh, seketika aku ternganga melihat pemuda yang ada di belakangku. Ia masih memakai Blazer universitas ternama di Jakarta. Tampan sekali, tak berubah, meskipun 2 tahun kami berpisah.
“Hai, cowok Jakarta!” sahutku tak kalah iseng.
Cengiran nakal menghiasi wajah Rio. IA duduk disampingku, dengan diam. Matanya masih seperti dulu, masih bening dan membuat perasaan nyaman selalu hadir saat menatap mata bening itu. Rio memang tak banyak berubah.
“lo masih sama Ify?” Tanya ku pelan.
“Gue? Kemana aja lo? Mentang-mentang di Aussie jadi gatau gossip di Indo” Jawab Rio bernada iseng.
Kamipun terdiam, Rio menatapku dalam jarak yang begitu dekat. Aku ingin mati, ketika matanya menghujam mataku.Kami duduk dengan jarangan yang dekat, (sangat dekat) aroma tic-tac mint-nya segar di indra penciumanku. Rio merogoh sesuatu dari kantongnya, ia memegang tanganku lembut.
“Shill,lu mau kan kita tunangan? Gue sayang lu sama lu Shill” Kata Rio.
Aku ternganga mendengar ucapan Rio. Kata indah yang selalu aku harapkan seumur hidupku. Aku menunduk Menatap Rio yang wajahnya penuh dengan harapan. Tuhan,izinkanlah aku bersamanya, bersamanya dalam menggapai mimpi, dan berjala menuju masa depan.
“Iya, yo gue mau”
Lalu Rio memelukku hangat sekali. Inilah yang aku nanti Tuhan, terima kasih.. Telah menjawab doa dan mimpi itu.
*
Kini, aku hanya ingin menghentikan waktu, dan mempigurakan senyummu yang selalu mampu membuatku tenang. Walau dalam badai, meski dalam tangis, dan senja merah yang manis.
*
_END_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar